Jumat, 14 Maret 2008

hayo......IHSG Turun ... saatnya Belanja..........

Harga minyak & emas kembali cetak rekor
Pasar finansial domestik ambruk

JAKARTA: Harga minyak mentah dan emas dunia meroket hingga rekor baru. Secara fundamental, lonjakan harga minyak itu mengembuskan sentimen negatif ke bursa saham global, karena ekspektasi kenaikan biaya yang dapat menggerus laba perusahaan.

Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) kemarin, untuk kontrak pengiriman April di bursa New York Mercantile Exchange (Nymex), menyentuh rekor tertinggi US$110,94 per barel.

Pelaku pasar mengalihkan investasi mereka dari saham ke komoditas, khususnya kontrak minyak mentah dan emas.

Harga logam mulia untuk pengiriman April terkerek menuju rekor US$1.001 per ounce untuk kontrak pengiriman April di Nymex. Di pasar spot, harga komoditas ini mencapai US$988,67 per ounce.

Vibiz Strategist Steve Susanto mengatakan lonjakan harga minyak mentah dunia belakangan ini murni ditopang oleh pengalihan investasi dari sektor keuangan, terutama saham, ke kontrak berjangka komoditas, khususnya minyak mentah dan emas.

Ancaman resesi ekonomi AS semakin terbuka lebar sehingga potensi penurunan suku bunga bank sentral AS, Fed Fund Rate, masih akan terjadi minimal 50 basis poin.

Steve menjelaskan ancaman resesi ekonomi AS akan menggiring harga minyak mentah melonjak hingga menyentuh level US$125 per barel.

"Harga US$125 ini sebenarnya sulit dicapai. Kami hanya memperkirakan harga berhenti pada level US$115. Namun, melihat harga yang sudah menyentuh level US$110, angka US$125 akan mudah dicapai pada tahun ini."

International Energy Agency, penasihat 27 negara industri, memangkas prediksi permintaan minyak dunia pada 2008 untuk kedua kalinya karena harga sudah terlampau mahal dan melambatnya pertumbuhan ekonomi dunia, sehingga mengurangi daya beli negara konsumen.

Dalam laporan bulanannya yang diterima Bisnis, IEA memproyeksikan permintaan minyak global turun 80.000 barel per hari (bph) menjadi 87,54 juta bph, sehingga pertumbuhan permintaan rata-rata setahun menjadi 2%.

Pada laporan sebulan lalu, IEA memperkirakan penurunan permintaan 200.000 bph menjadi 87,96 juta bph pada kuartal pertama 2008, sedangkan pertumbuhan permintaan rata-rata setahun 1,9%.

Langsung turun

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) AS pada penutupan Rabu terkoreksi 0,38% menjadi 12.110,2 dan indeks S&P 500 melemah 0,9% menjadi 1.308,77. Pada awal perdagangan, Kamis, pukul 20:59 (WIB), indeks Dow Jones langsung turun 192,69 poin.

Indeks saham Eropa dan regional juga terkoreksi.

FTSE 100 Index tergelincir 2,02% menjadi 5.659,70. Indeks Hang Seng memimpin penurunan di bursa regional, yakni 4,79% menjadi 22.301,64, disusul oleh indeks harga saham gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia yang terperosok 4,52% menuju 2.440,59.

Lonjakan harga minyak mentah dunia dan anjloknya indeks saham lokal ini turut menekan kurs rupiah hingga hampir menyentuh level terendahnya dalam sebulan ini. Mata uang ini kemarin terdepresiasi 50 poin menjadi Rp9.230 per dolar AS.

"Pelemahan rupiah dipicu oleh lonjakan harga minyak mentah dunia. Pelaku pasar memprediksi perusahaan butuh dolar AS lebih banyak untuk membayar biaya impor," kata Kevin Muchlis, diler mata uang Bank Mandiri, seperti dikutip Bloomberg.

Di sisi lain, depresiasi dolar AS terhadap yen juga memicu bursa saham di kawasan Asia Pasifik yang tertekan lebih dalam. Hal ini karena hedge fund Jepang menarik dananya di emerging market untuk membeli kembali yen.

Seiring dengan penurunan IHSG ke posisi terendah sejak 22 Januari, Indeks Morgan Stanley juga terkoreksi 2,4% (137,23 poin). Dana asing yang kemarin keluar dari bursa saham domestik mencapai US$12,2 juta. Mulai awal pekan ini, dana asing yang pergi dari bursa domestik mencapai US$273,7 juta.

Lonjakan harga minyak mentah dunia juga membuat harga saham PT Astra International Tbk terbanting paling besar, sehingga menyumbang penurunan IHSG 10%.

Dua emiten tambang batu bara dan nikel terbesar, PT Bumi Resources Tbk dan PT International Nickel Indonesia Tbk, menyeret indeks turun. Penurunan saham Bumi menekan indeks 8,2% dan saham Inco menggencet indeks 7,7%.

Kepala Riset PT Recapital Securities Poltak Hotradero mengatakan penguatan yen mendorong terjadinya pembalikan arah carry trade.

"Ketika yen menguat tajam, hedge fund menutup short selling di pasar Jepang dengan mencairkan dananya di bursa negara berkembang. Rupiah terkoreksi paling dalam, karena paling berisiko terimbas harga minyak mentah dunia," tuturnya.

Carry trade adalah praktik spekulasi valas dengan menempatkan pembelian dalam posisi short dan long sekaligus pada mata uang yang berbeda. Aksi itu, menurut dia, dipraktikkan para hedge fund asing untuk mengeruk capital gain dalam waktu singkat.

Penjualan saham

Aksi itu, lanjut Poltak, memicu penjualan saham secara masif, sehingga IHSG terkoreksi dalam. Koreksi itu masih berlangsung beberapa hari ke depan selama apresiasi yen terhadap dolar AS terus terjadi.

"Apalagi bursa Indonesia menguat tajam dalam tiga tahun terakhir ini, sehingga wajar jika mengalami koreksi."

Koreksi tersebut dinilai lebih lambat dibandingkan dengan koreksi bursa lain di Asia Pasifik yang sudah memasuki masa bearish. Poltak memprediksi bursa Indonesia memasuki masa bearish ketika tertekan terus ke posisi 2.200.

Treasury Research PT Bank Negara Indonesia melaporkan pelemahan rupiah kemarin terjadi karena menguatnya aksi risk aversion dan pesimisme pasar terhadap kebijakan likuiditas Federal Reserve, bank sentral AS, sehingga menekan pasar saham domestik dan kurs rupiah.

Lonjakan harga minyak mentah dunia hingga menembus US$110 per barel ikut memberikan sentimen negatif bagi rupiah. Bank Indonesia mungkin melakukan intervensi apabila tekanan terhadap rupiah semakin kuat setelah mendekati level psikologis Rp9.300 per dolar AS.

Depresiasi rupiah kemarin menjadi mata uang berpenampilan terburuk kedua terhadap 10 valuta teraktif di Asia setelah won Korsel.

Namun, Kepala Riset PT Mandiri Sekuritas Ari Pitoyo berpendapat lain. Dia menilai koreksi bursa Indonesia yang lamban justru menandakan investor asing masih memandang IHSG bisa memberikan gain yang lebih besar di kawasan Asia pasifik.

Ari memberi contoh indeks Malaysia yang sudah terkoreksi di atas 15% secara year to date, atau indeks Singapura dan Hang Seng yang sudah tergerus lebih dari 16%, sedangkan IHSG pada periode yang sama hanya menurun 11,12%.

"Hal ini menandakan bursa Indonesia relatif lebih kuat, karena investor domestik juga terus menggelontorkan dana investasi ke bursa, terutama dari pemodal institusi seperti dana pensiun." (arif.gunawan@bisnis.co.id/berliana.elisabeth@bisnis.co.id)

Oleh Arif Gunawan S. & Berliana Elisabeth S.
Bisnis Indonesia
===========

Tidak ada komentar: